Selasa, 06 Maret 2012

Sejarah Orde Baru dan Orde Reformasi




Orde Baru
Surat Perintah 11 Maret 1966
Kondisi politik Indonesia paska tragedi pemberontakn G30S/PKI sangatlah tegang. Hal itu ditanggapi oleh pemerintahan Presiden Soekarno dengan menggelar pertemuan pada 10 Maret 1966. Pertemuan itu di hadiri oleh berbagai partai politik, seperti PSII, NU, Perti, Partai Katolik, Parkindo dll.  Presiden Soekarno menyatakan pendapatnya agar partai-partai politik dan organisasi massa yang hadir pada waktu itu menolak dan mengecam aksi demonstrasi dan tuntutan Tritura . Pertemuan itu berakhir deadlock   karena permintaan Front Pancasila berseberangan dengan keinginan Presiden Soekarno dalam hal pembubaran PKI.
Pada 11 Maret 1966, digelar rapat sidang paripurna yang agendanya adalah merumuskan langkah-langkah keluar dari krisis ekonomi, social, dan politik Indonesia. Di tengah-tengah pidatonya Presiden Soekarno diberi tahu oleh Komandan Cakrabirawa, Brigjen Saboer, bahwa terdapat konsentrasi pasukan tak dikenal yang berada di luar istana. Beliau kemudian pergi ke Istana Bogor didampingi oleh Dr. Subandrio dan Dr. Chairul Saleh. Dr. J. Leimena kemudian menutup rapat sidang paripurna pada 11 Maret 1966 tersebut. Lalu beliau menyusul Presiden Soekarno ke istana Bogor. Selanjutnya, para perwira tinggi angkatan darat yang terdiri dari Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Amir Machmoed dan Brigjen M. Yoesoef juga menyusul ke bogor. Mayjen Soeharto yang menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat sekaligus Panglima Komkamtib (Komando Operasi keamanan dan Ketertiban) menemui presiden Soekarno. Tujuanya adalah untuk meyakinkan Presiden Soekarno bahwa TNI-AD berada di belakang Presiden Soekarno dan siap mendukung beliau.
Sebelumya, terjadi ketidaksepakatan antara Presiden Soekarno dan Mayjen Soeharto menyangkut penyelesaian krisis  politik yang terjadi di Indonesia pada saat itu. Mayjen Soeharto melihat bahwa satu-satunya langkah keluar untuk meredakan krisis dalam negeri adalah dengan memberantas PKI beserta antek-anteknya. Beliau berpendapat bahwa dengan cara ini, rasa keamanan dan keadilan rakyat akan terpenuhi. Akan tetapi, Presiden Soekarno mempunyai pandangan lain. Beliau berpendapat bahwa pembubaran PKI mustahil dilakukan karena akan menimbulkan inkonsistensi terhadap pelaksanaan prinsip Nasakom yang telah menjadi dasar pemikiran politik Indonesia pada saat itu.
Presiden Soekarno memerintahkan ketiga perwira tinggi bersama komandan bersama komandan Resimen Cakrabirawa, Brigjen Saboer untuk merancang sebuah konsep surat yang ditujukan kepada Mayjen Soeharto. Surat ini berisi perintah kepada Mayjen Soeharto untuk mengatasi masalah keamanan dan krisis politik yang terjadi pada saat itu. Surat itulah yang kemudian dikenal dengan surat perintah 11 Maret atau Supersemar.
Langkah awal yang dilakukan oleh jenderal Soreharto adalah membubarkan dan melarang PKI beserta unsur-unsur yang berada di belakangnya, mulai 12 Maret 1966.  Langkah-langkah yang ditempuh oleh Soeharto itu berhasil memenuhi tuntutan masyarakat yang terdapat dalam Tritura, terutama dalam hal pembubaran PKI. Selanjutnya soeharto merencanakan program-program perbaikan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pada saat itulah era Orde Baru dimulai. 
  Proses Peralihan Kekuasaan Politik Indonesia 
Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 memberikan wewenang penuh kepada Mayjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dinilai penting untuk menjaga kestabilan keamanan dan ketenangan social guna memperlancar jalanya revolusi. Soeharto membentuk kabinet Ampera yang diresmikan pada 28 Juli 1966. Seluruh program kerja kabinet Ampera terdapat dalam catur karya, dengan prinsip dwi dharma. Politik Indonesia makin memanas dengan tidak disetujuinya pidato pertanggungjawaban Soekarno oleh Majelis Sidang Umum MPRS. Pidato pertanggungjawaban  yang dikenal dengan nama Nawaksara itu dinilai tidak lengkap karena tidak menceritakan peristiwa G30S/PKI dan akibat-akibatnya secara detail. Lalu, pada 22 Oktober 1966, MPRS mengirim nota kepada Presiden Soekarno agar beliau merevisi dan melengkapi pertanggungjawabanya. Pidato hasil revisi itu kemudian diberi nama Pelengkap Nawaksara (Pel Nawaksara). Akan tetapi, Pelengkap Nawaksara itu justru membuat situasi politik bangsa menjadi semakin tegang. Ada beberapa organisasi massa dan unsur pemerintah yang menolak Pelengkap Nawaksara. Sementara itu pihak ABRI melakukan pendekatan secara personal dengan Presiden Soekarno. Mereka membujuk agar Presiden Soekarno melakukan penyerahan kekuasaan kepada Mayjen Soeharto sebelum Sidang Umum MPRS. Mayjen Soeharto menerima surat Presiden Soekarno, di surat ini, dilampirkan surat penegasan untuk menangani masalah sehari-hari. Mayjen Soeharto membuat sebuah rancangan konsep yang akan di pakai untuk mempermudah proses penyelesaian krisis politik, konsep itu berisi pernyataan bahwa Presiden Soekarno berhalangan memimpin pemerintahan dan menyerahkan tanggungjawab kekuasaan pemerintahan kepada pemegang mandat Surat Perintah 11 Maret 1966, yakni Mayjen Soeharto.kosep ini diajukan kepada Presiden Soekarno pada 11 Februari 1967. Ternyata, Presiden soekarno tidak menyetujui rancangan kosep itu beliau keberatan dengan istilah  “ berhalangan” . Tapi pada akhirnya presiden Soekarno menyetujuinya dengan melakukan perubahan-perubahan kecil, seperti pada pasal 3 yang ditambah dengan kata-kata menjaga dan menegakkan revolusi . Pada pukul 19.30, Kamis, 23 Februari 1967, dengan disaksikan oleh ketua Presidium Kabinet Ampera dan anggota kabinet, Presiden secara resmi menyerahkan jabatan kekuasaan pemerintahan kepada Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, Jenderal Soeharto. Momentum itulah yang menandakan awalnya masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia.
Diangkatnya Mayjen Soeharto Menjadi Presiden Republik Indonesia
Melalui ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, pada 12 Maret 1967, MPRS yang diketuai oleh A.H. Nasution menvabut seluruh mandat atas seluruh kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno. Pada 27 Maret 1968, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), mengangkat Letjen Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Hal tersebut terdapat dalam Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968.
Kemudian Presiden Soeharto membentuk kabinet Ampera. Program kerja dari Kabinet Ampera tercermin dalam Catur Karya, atau empat program. Program-program tersebut adalah :
1.      Memperbaiki kualitas kehidupan rakyat Indonesia.
2.      Menggelar Pemilihan Umum.
3.      Melaksanakan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
4.      Perjuangan untuk menolak imperialism dan kolonialisme.
Pemerintahan Orde Baru segera menyusun rencana untuk mempercepat lancarnya kinerja Kabinet Ampera. Rencana tersebut adalah :
1.      Mewujudkan kehidupan politik yang lebih baik.
2.      Kehidupan ekonomi segera distabilkan dan direhabilitasi.
3.      Menyusun dan melaksanakan rancana pembangunan.
Dalam melaksanakan pembangunan nasional, pemerintah Orde Baru mempunyai berbagai acuan dalam merencanakan program pembangunan dan peningkatan perekonomian Indonesia. Salah satu program kerja pemerintah Orde Baru adalah Trilogi pembangunan,yaitu :
1.      Pemerataan pembangunan negara beserta hasil-hasilnya.
2.      Merencanakan, melaksanakan, dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
3.      Menciptakan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Kebijakan-kebijakan Ekonomi Era Orde Baru
MPRS mengeluarkan Ketetapan No. XXIII/MPRS/1966, tujuan dikeluarkannya ketetapan itu adalah untuk mengatasi krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1955. Kebijakan perekonomian dalam negeri yang dicanangkan oleh Soeharto adalah :
1.      Dikeluarkannya beberapa peraturan pada 3 Oktober 1966. Antara lain :
Ø  menerapkan anggaran belanja berimbang.
Ø  menerapkan kebijakan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha-usaha sector produktif.
Ø  menerapkan kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri (rescheduling).
Ø  menerapkan kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar negeri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia.
 
2.      Dikeluarkanya peraturan 10 Februari 1967 tentang persoalan harga dan tarif.
3.       Dikeluarkanya peraturan 28 Juli 1967. Kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan simulasi kepada pengusaha agar mau menyerahkan sebagian dari hasil usahanya untuk sektor pajak dan ekspor Indonesia.
4.      Menerapkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing.
5.      Mengesahkan dan menerapkan Rencana Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN 1968).
Soeharto juga menerapkan kebijakanekonomi yang berorientasi luar negeri, yaitu dengan melakukan permintaan pinjaman dari luar negeri.
Indonesia juga tergabung ke dalam institusi ekonomi internasional, seperti Internasional Bank for Reconstruction and Development (IBRD), Internasional Monetary Fund (IMF), Internasional Development Agency (IDA), dan Asian Development Bank (ADB).
Karakteristik utama pemerintahan Orde Baru adalah berusaha untuk membangun pembangunan yang terdistribusi secara merata di seluruh Indonesia. Orde Baru juga memusatkan pembangunan pada sektor pertanian untuk meningkatkan kapabilitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
 Pemerintah Orde Baru mencanangkan program pembangunan jangka panjang yang bernama Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). REPELITA terbagi dalam pelaksanaan Pembangunan Lima Tahun (PELITA).
Dalam bidang politik, salah satu langkah yang dilakukan oleh Soeharto adalah melakukan fusi partai politik. Praktik tersebut dilakukan pada tahun 1975, dengan berdasar pada UU No. 3 1975. Fusi tersebut menghasilkan Kelompok Demokrasi Pembangunan, Kelompok Persatuan Pembangunan, dan Kelompok Golongan Karya.
Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial-Politik Masyarakat
Pada pemerintahan Orde Baru struktur,kinerja dan peran negara menjadi sangat kuat karena didukung oleh pemusatan dan penguatan 3 sektor utama,yaitu sektor militer,ekonomi dan budaya. Menurut pak Harto penguatan negara merupakan langkah yang jitu dalam mendukung kelancaran pembangunan, adapun cara yang dilakukan meliputi :

1.      Penguatan sektor militer, dilakukan dengan cara memperbaiki kinerja 'Angkatan Darat'. Latar Belakang karir pak Harto sebagai Mayor Jenderal membuat beliau mendapat dukungan dari basis militer yang cukup kuat
2.      Penguatan sektor ekonomi, dilakukan dengan cara menambah jumlah dana bantuan luar negeri, karena sistem ekonomi gagas adalah ekonomi liberal maka mendapat dukungan dari dunia internasional
3.      Penguatan sektor budaya dilakukan dengan cara menyebarkan organisasi-organisasi membantu GolKar ke pelosok. Hal ini sangat membantu karena GolKar yang sejak tahun 1964 sudah muncul itu memiliki posisi yang sangat penting. Pada waktu itu tidak boleh ada organisasi masyarakat selain yang bernaung dibawah organisasi GolKar.

Dampak menguatnya peran negara dimasa Orde Baru adalah terjadi penggabungan partai-partai politik dalam 3 organisasi berikut :

1.      PDI gabungan dari PNI, PARKINDO, P Katolik, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan P. Murba.
2.      PPP, gabungan dari NU, Partai Muslim Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Indonesia.
3.       Partai Golkar, gabungan dari berbagai organisasi profesi, seperti Organisasi Buruh, Organisasi Pemuda, Organisasi Petani dan Nelayan, Organisasi Seniman, dan Organisasi Masyarakat.

Sebelum terjadinya fusi partai-partai tersebut, Golkar sudah memperoleh kemenangan mutlak pada Pemilu 1971 dengan perolehan 236 suara dikursi DPR. Kemenangan itu menghasilkan 2 hal utama :

1.      Adanya monoloyalitas PNS yang menjadi penyumbang suara terbesar pada waktu itu, semua PNS harus memilih Golkar.
2.      Kekuatan Golkar telah mengakar kuat dihati masyarakat karena Sekber Golkar bersama militer dan masyarakat berhasil menumpas PKI diawal 1960-an.

Menguatnya posisi Golkar di masa pemerintahan Orde Baru menunjukkan kuatnya peran pemerintah dalam menentukan perkembangan kehidupan masyarakat. Seiring dengan itu, Pancasila menjadi satu-satunya asas yang boleh digunakan oleh seluruh pergerakan nasional baik dalam parpol, gerakan mahasiswa maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Segala jenis pergerakan nasional tidak boleh melenceng dari garis-garis besar Pancasila. Prinsip itu di politisir bahwa tidak boleh ada bentuk kegiatan lain selain yang berada dibawah kekuasaan organisasi Golkar. Dan kepemimpinan dalam Golkar sendiri terpusat pada figur Soeharto.

Menguatnya peran negara di masa Orde Baru juga tidak terlepas dari strategi agresi yang diterapkan oleh Soeharto. Salah satu strateginy adalah sistem reward and punishment, yakni pemberian 'hadiah' bagi orang-orang yang pro terhadap pak Harto dan hukuman bagi pihak-pihak yang kontra terhadap pak Harto.
Salah satu rekaman kelam sejarah Indonesia pada masa Orde Baru adalah terjadinya Peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Pada Peristiwa Malari, 3 orang mahasiswa ditangkap oleh aparat dan diadili pada 2 Agustus 1947. Mereka adalah Hariman Siregar, Sjahrir, dan Muhammad Aini Chalid. 
Sejak tahun 1978, sistem Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) membatasi hak-hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul dalam rangka mengeluarkan dan menyatakan pendapat. Diberedelnya harian Tempo, Detik, dan Editor pada Juni 1994, menjadi contoh nyata hadirnya sikap otoritarianisme Orde Baru. Pemberedelan pada 1994 itu, merupakan pemberendelan yang kedua bagi Tempo. Sebelumnya, media ini pernah diberedel oleh pemerintah Orde Baru pada 1982.

Perkembangan Bahasa dan Karya Sastra pada masa Orde Baru
Angkatan pertama adalah angkatan '66 - 70'an, hadirnya angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah Horison, yang membawa semangat pelopor dalam kesenian Indonesia. Corak aliran diantaranya adalah, corak serrealis, arketip, absurd, dan arus kesadaran. Sebelumnya masyarakat Indonesia menggunakan ejaan Suwandi yang penyempurnaannya dilakukan setelah Indonesia merdeka, dan saat ini ejaan yang di sempurnakan pada masa Orde Baru itu dikenal dengan istilah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Diantara pengarang angkatan sebelumnya yang mengambil bagian dalam perkembangan sastra pada masa ini adalah, Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo, serta H. B. Jassin.

Angkatan '80-an
Pada tahun '80-an, majalah sastra Horison yang mewadahi sastrawan Indonesia sudah tidak terbit lagi. Pada masa ini, hadir pula penulis-penulis wanit, diantaranya adalah Marga T. dan Mira W. yang pada setiap karangannya selalu menyuguhkan cerita fiksi romantis, dengan tokoh utamanya seorang wanita. Karya sastra masa ini selalu menunjukkan rasa idealisme.
Pengarang lain yang hadir pada masa itu adalah Remy Sylado, Yudhistira Ardhinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Adjidarma, dan Kurniawan Junaidi. Hadir jenis sastra lainnya yang disebut sastra, yang di pelopori oleh Hilman dengan serial Lupus-nya. Teater yang paling menonjol adalah Teater Koma yang dibentuk oleh Riantimo, dengan banyak pertunjukan yang dilakukan di berbagai teater.
 
Orde Reformasi

Krisis Multidimensi dan Munculnya Reformasi
Krisis moneter di Indonesia dimulai dengan menurunnya nilai tukar rupiah. Hal itu memicu penurunan produktivitas ekonomi serta munculnya disfungsi institusi ekonomi dalam mengatasi krisis tersebut. Hal ini kemudian mengarah pada munculnya krisis legitimasi kepercayaan atas pemerintahan Orde Baru. Permasalahan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan Orde Baru makin meningkat dengan diangkatnya kembali Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia. Dimulai dari krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada medio 1997, efek domino pun langsung mendera masyarakat Indonesia diberbagai lini. Penurunan tingkat daya beli, munculnya krisis social, dan meningkatnya pengangguran karena PHK menjadi permasalahan social yang krusial. Krisis politik, krisis social, dan krisis legitimasi atas pemerintahan Orde Baru kemudian bermunculan sebagai reaksi pertama.
Krisis ekonomi
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997, merupakan sebuah efek domino dari krisis ekonomi Asia yang melanda berbagai Negara, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Perkembangan ekonomi Indonesia telah mengalami stagnansi sejak 1990-an.. barang-barang produksi Indonesia menjadi tidak berdaya saing apabila dibandingkan dengan barang-barang luar negeri yang secara bebas memasuki pasaran Indonesia. Oleh bank dunia, pembangunan ekonomi tergolong berhasil apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bank Dunia. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah adanya peningkatan investasi di bidang pendidikan, yang ditandai dengan peningkatan sumber daya manusia, rendahnya tingkat korupsi yang ada di tataran pemerintahan, dan adanya stabilitas dan kredibilitas politik.. adanya krisis moneter ditandai dengan rendahnya mutu sumber daya manusia, tingginya tingkat korupsi di instansi-instansi pemerintah, dan kondisi instabilitas politik. Perekonomian Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 0% pada 1998.
Pada 15 januari 1998, presiden Soeharto menandatangani 50 butir Letter of Intent (Lol) dengan disaksikan oleh direktur IMF Asia, Michel Camdessus, sebagai sebuah syarat untuk mendapatkan kucuran dana bantuan luar negeri tersebut. Penanganan krisis ekonomi Indonesia pada 1997/1998, berujung pada munculnya krisis multidimensi, baik itu politik dan social, maupun krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Krisis Sosial
Suhu politik ditataran elite yang makin memanas menimbulkan berbagai potensi perpecahan social di masyarakat. Kelompok masyarakat yang menuntut presiden Soeharto mundur dari pemerintahan diwakili oleh mahasiswa. Kelompok ini memiliki cita-cita reformasi terhadap Indonesia. Organisasi yang berada pada jalur ini, diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Forum Kota (Frkot). Meskipun kedua organisasi mahasiswa tersebut memiliki napas perjuangan yang berbeda, tetapi tetap memiliki tujuan yang sama, yakni menurunkan Soeharto dari kursi kepresidenan, menghapus Dwi fungsi ABRI, dan mewujudkan reformasi Indonesia secara optimal.
Kerusuhan sistematis yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia pada 13-14 mei 1998, menjadi bukti dari adanya pergesekan social antarmasyarakat. Munculnya berbagai kerusuhan horizontal ini merupakan implikasi dari kebijakan ekonomi sentralistik yang menimbulkan jurang pemisah kesejahteraan yang begitu tinggi antara pusat dan daerah.
Krisis Politik
Proses aspirasi politik ke pemerintahan tidak terdistribusi secara sempurna. Dengan demikian, proses penyaluran aspirasi rakyatpun terhambat. Segala peraturan yang dibentuk oleh MPR/DPR pada prinsipnya tidak berorientasi jangka panjang, melainkan semata-mata bertujuan untuk memenuhi keinginan dan kepentingan para oknum-oknum tertentu. Selain itu, budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) telah mengakar kuat didalam tubuh birokrasi pemerintahan. Unsure legislative yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam membuat dasar-dasar hokum dan haluan Negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Kondisi ini memicu munculnya kondisi status quo yang berakibat pada munculnya krisis politik, baik itu dalam tataran elite politik maupun masyarakat yang mulai mempertanyakan legitimasi pemerintahan Orde baru.
Kronologi Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru
Latar belakang krisis Asia dan tingginya KKN di Tubuh Pemerintahan Negara. Pemicu dari kejatuhan Pemerintahan Orde Baru ini, antara lain adalah karena tingginya tingkat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di dalam pemerintahan. Selain itu membengkakanya angka utang luar negeri juga menjadi salah satu pemicu dari jatuhnya Orde Baru.
Mahasiswa kemudian menyusun agenda reformasi yang ditujukan kepada pemerintah Orde baru. Isi dari agenda reformasi ini, antara lain terfokus pada hal-hal berikut ini :
1.                  Mengadili Soeharto dan kroni-kroninya
2.                  Melakukan amandemen terhadap UUD 1945
3.                  Menghapus Dwi Fungsi ABRI didalam struktur pemerintahan Negara.
4.                  Penegakan supremasi hokum di Indonesia
5.                  Mewujudkan pemerintahan yang bersih dari unsure-unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Menurunnya pamor pemerintahan Orde Baru telah dimulai semenjak penandatanganan perjanjian pemberian dana bantuan pada Medio 1997. Akan tetapi, pemberian dana bantuan ini sebenarnya mengandung 2 kelemahan utama bagi Indonesia dan hal ini disadari oleh rakyat. Kelemahan pertama terletak pada posisi dana bantuan itu. Pemberian dana bantuan oeh IMF adalah uang luar negeri yang harus dibayar kembali oleh Indonesia beserta bunganya. Kelemahan kedua adalah penerapan Structural Adusment Program ( program penyesuaian strtuktural ) dari IMF yang menyertai penurunan dana bantuan tersebut.
Kronologi Pengunduran Diri Soeharto dari Kursi Kepresidenan
Menanggapi kondisi perekonomian yang semakin parah, mahasiswa bersama elemen-elemen masyarakatpun mulai bergerak untukturun kejalan berdemonstrasi menuntut penurunan harga. Aksi demonstrasi damaipun berjalan tertib, tetapi situasi kemudian memanas ketika mahasiswa yang ingin melakukan long march menuju DPR/MPR tidak diperbolehkan oleh petugas. Bentrokanpun terjadi, dalam insiden bentrokan ini 4 mahasiswa tewas yaitu, Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendrawan Sie, dan Heri Hartanto. Mereka kemudian diberi gelar Pahlawan Reformasi. Aksi di gedung MPR/DPR mencapai puncaknya pada 21 Mei 1998, pada pukul 09.06 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi presiden Republik Indonesia. Momentum turunnya Soeharto pada 21 Mei 1998 mengakhiri pemerintahan Orde Baru yang telah berjalan selama 32 tahun di Indonesia.
Perkembangan politik Setelah 21 Mei 1998
M.C. Ricklefs (seorang sejarawan Australia) melihat bahwa terdapat lima bidang yang menjadi konsiderasi utama pemerintahan presiden Habibie, yakni masa depan reformasi, masa depan ABRI, masa depan daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, masa depan Soeharto beserta keluarga dan kroni-kroninya, dan masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Selanjutnya, 22 Mei 1998, Presiden B.J. Habibie membentuk susunan cabinet yang dinamakan cabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet yang beranggotakan 16 menteri ini memfokuskan pembenahan ekonomi dalam lima bidang kerja utama, diantaranya sebagai berikut:
1. Melakukan proses rekapitulasi perbankan Indonesia.
2. Melaksanakan likuidasi bank-bank yang bermasalah.
3. Memperbaiki nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sehingga mencapai angka dibawah Rp10.000,00.
4. Membangun konstruksi baru perekonomian Indonesia.
5. Melaksanakan syarat-syarat reformasi ekonomi yang diberikan IMF kepada Indonesia.
Pemberian Amnesti dan Munculnya Kebebasan Berpendapat
Tahanan-tahanan politik Orde Baru yang dimasukkan ke penjara dengan tuduhan subversive, seperti mochtar Pakpahan dan Sri Bintang Pamungkas pun diberikan amnesty dan dibebaskan pada masa pemerintahan Presiden Habibie. Amnesty pembebasan Sri Bintang Pamungkas dan Mochtar Pakpahan ini dikukuhkan didalam Keppres No.80 Tahun 1998. Kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat pun kembali terangkat. Hal ini dapat terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan da ideology.
Presiden Habibie juga mengeluarkan kebijakan untuk membuat Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF). Tugas dari tim ini adalah mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan kerusuhan 13-14 mei 1998 di Jakarta. TGPF diketuai oleh Marzuki Darusman, yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua Komnas HAM. TGPF       , antara lain membawahi institusi-institusi, seperti Departemen Luar negeri (Deplu), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kejaksaan, lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ABRI, dan Kepolisian. Selanjutnya TGPF melaksanakan tugasnya untuk mengusut mengenai peristiwa seputar kerusuhan 13-14 Mei 1998 secara kronologis.
Presiden Habibie mengeluarkan suatu kebijakan, yang tertuang dalam Undang-Undang No.9 tahun 1998 yang berisi tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Tata cara berdemonstrasipun dinyatakan didalam UU tersebut. Bentuk penyampaian pendapat dimuka umum ini dapat berupa unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan mimbar bebas. Ketentuan ini dinyatakan didalam pasal 9 (2) UU No.9 Tahun 1998. Selain itu, Presiden Habibie juga mencabut UU No. 11/PNS/1963 tentang Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan UU No.26 Tahun 1999.
Permasalahan Dwi Fungsi ABRI
Tuntutan untuk mengahapus Dwi fungsi ABRIpun menjadi isu utama dalam agenda reformasi. Presiden Habibie menganggapi hal tersebut dengan menerapkan berbagai kebijakan. Kebijakan yang diterapkan oleh Presiden Habibie, antara lain adalah memisahkan Kepolisian Republik Indonesia dari tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Kebijakan ini mulai diterapkan pada 5 mei 1999. Pembenahan Dwi Fungsi ABRI didalam tubuh pemerintahan dilaksanakan dengan mereduksi keberadaan ABRI didalam DPR. Pengurangan ini menetapkan hanya 38 kursi yang berasal dari ABRI, sebelumnya terdapat 75 kursi. Dengan demikian, pelaksanaan doktrin Dwi Fungsi ABRI didalam tubuh pemerintahan dapat dieliminir secara bertahap.
Reformasi Hukum dan Perundang-undangan
Di dalam Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 November 1998, terdapat perombakan besar-besaran terhadap sistem hokum dan perundang-undangan tersebut. Adapun focus pembenahan sector hokum dan perundang-undangan ini mengacu pada 12 ketetapan yang dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu:
  • Bagian ketetapan yang terdiri dari enam ketetapan MPR baru, antara lainnya sebagai berikut.
  1. Tap. MPR No. X/MPR/1998.
  2. Tap. MPR No. XI/MPR/1998.
  3. Tap. MPR No. XIII/MPR/1998.
  4. Tap. MPR No. XV/MPR/1998
  5. Tap. MPR No. XVI/MPR/1998.
  6. Tap. MPR No. XVII/MPR/1998.
  • Bagian ketetapan yang terdiri dari dua ketetapan yang mengubah dan menambah ketetapan lama.
  1. Tap. MPR No. VII/MPR/1998.
  2. Tap. MPR No. XIV/MPR/1998.
  • Bagian yang berisi empat ketetapan yang bersifat mencabut ketetapan-ketetapan MPR terdahulu, adalah sebagai berikut:
  1. Tap. MPR No.III/V/MPR1998.
  2. Tap. MPR No. IX/MPR/1998.
  3. Tap. MPR No. XII/MPR?1998.
  4. Tap. MPR No. V/MPR/1998.
Era baru dalam reformasi hokum dan perundang-undangan pada masa pemerintahan Presiden Habibie menjadi semacam pemecah kekakuan sistem hokum di Indonesia selama Orde Baru.
Pemilihan Umum 1999
Ditetapkan 3 undang-undang politik baru yang ditandatangani pada 1 Februari 1999. Isinya menyangkut undang-undang mengenai partai politik, proses pemilihan umum, serta susunan dan kedudukan (susduk) MPR, DPR, dan DPRD. Setelah itu presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil parpol dan wakil pemerintah. Berdasarkan undang-undang yang telah disahkan pada 1 februari 1999 tersebut, hanya 48 partai politik yang lolos untuk melaju diputaran pemilihan umum dari 112 partai politik yang mendaftar. Panitia yang bertugas untuk menyaring partai-partai politik itu dinamakan Panitia 11.
Sistem pengaturan pemilu 1999 diatur dalam UU No.3 Tahun 1999. Didalam peraturan ini, ditetapkan bahwa peraturan pemilihan umu bersifat campuran antara sistem proporsional dan sistem distrik. Pemilihan umum tingkat nasional akhirnya digelar pada 7 Juni 1999. Dari 48 partai politik yang berpartisipasi didalam pemilu 1999, terdapat 5 partai besar yang menempati urutan tertinggi, yaitu PDI-P, Golkar, PKB, PPP, dan PAN. Perolehan jumlah suara partai secara keseluruhan ini juga digunakan untuk menghitung pembagian antara wakil-wakil yang berasal dari utusan golongan maupun yang berasal dari utusan daerah.

Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pasca-Reformasi
Tingginya tingkat intensitas konflik politik internal dalam negeri membuat konsentrasi penanganan masalah ekonomi dan social menjadi tidak optimal. Selain itu, dorongan IMF untuk menerapkan Structural Adjustment Program (Program Penyesuaian Struktural) di Indonesia tidak menambah ringan beban ekonomi bangsa. Penyebabnya adalah bahwa paket-paket kebijakan yang disodorkan oleh IMF tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia.
Premis IMF yang melihat bahwa adanya peningkatan ketahan ekonomi suatu Negara akan secara langsung berimbas pada peningkatan ketahanan social masyarakat, kemudian terpatahkan dalam kasus Indonesia. Kondisi social dan ekonomi masyarakat Indonesia tidak menunjukkan hasil yang membaik. Memburuknya kondisi social dan ekonomi Indonesia pascareformasi salah satunya dapat dilihat dari poin kebijakan penghapusan subsidi bagi masyarakat yang disodorkan oleh IMF. Pemerintah tidak boleh memberikan subsidi yang signifikan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, baik itu dalam bentuk subsidi usaha maupun proteksionisme terhadap sector ekonomi local. Meningkatnya angka pengangguran, melambatnya laju pertumbuhan ekonomi, dan makin meningginya angka kriminalitas menjadi warna dari krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia pascareformasi. Menurunnya investasi asing di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab melambatnya kinerja ekonomi ini. Perwujudan lapangan pekerjaan menjadi hal yang konkret untuk menanggulangi krisis multidimensi tesebut. Proyek pembenahan kondisi ekonomi dan social yang dicanangkan pemerintah era reformasi,antara lain berfokus pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Meningkatkan lapangan pekerjaan seoptimal mungkin.
  2. Menyediakan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat.
  3. Optimalisasi fasilitas umum bagi masyarakat.
  4. Mengoptimalkan sector pendidikan.
  5. Memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk akses kesehatan.

Perkembangan Bahasa dan Karya Sastra Pasca Reformasi
Seperti yang dikatakan oleh Zaelani Tamaka perkembangan sastra cenderung mengikuti perkembangan politik. Kekhasan yang ditimbulkan oleh para pengarang dari perubahan social ini dimasukkan kedalam sbuah istilah yang mewakili keberadaan para pengarang yaitu angkatan reformasi. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema social-politik, khususnya seputar reformasi.
Berbagi bentuk seperti novel, puisi, drama, dan prosa menggambarkan keadaan, akibat dan semua perasaan yang tercampur baur dengan keadaan politik saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang pada awalnya menulis karya sastra jauh dari tema-tema social politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun yosi herfanda, dan Acep zamzam noer, juga ikut menulis sajak-sajak dengan tema social-politik. Namun, wacana tentang keberadaan angkatan reformasi tidak menarik banyak pihak untuk turut serta menilik dan menikmati karya mereka. Sehingga oleh Koriee Layun Rampan dilemparkan wacana tentang sastrawan angkatan 2000 yang karya-karyanya banyak berisi masalah-masalah social politik.
Kelebihan dan Kekurangan
Orde Baru
Kelemahan Orde Baru :
1.      Hancurnya ekonomi Indonesia taun 1998-1998
2.      Mundurnya investasi dan peningkatan modal
3.      Investor dari luar negeri memindahkan modalnya ke Negara lain
4.      Tidak adanya stabilitas dan kredibilitas politik dalam negeri
5.      Tingginya tingkat pengangguran karena PHK
6.      Menurunnya angka ekspor dan impor secara drastic karena tidak dipercayai perbankan Indonesia
7.      Munculnya kasus kredit macet pada bank-bank utama Indonesia
8.      Tingginya tingkat KKN dikalangan perpolitikkan
9.      Munculnya krisis multidimensi  akibat krisis eonomi 1997-1998

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
1.      Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
2.      Sukses transmigrasi
3.      Sukses KB
4.      Sukses memerangi buta huruf
5.      Sukses swasembada pangan
6.      Pengangguran minimum
7.      Sukses REPELITA ( Rencana Pembangunan Lima Tahun
8.      Sukses Gerakan Wajib Belajar
9.      Sukses Gerakan Nasional Orang-tua asuh
10.  Sukses keamanan dalam negeri
11.  Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
12.  Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Orde Reformasi
Kelebihan-kelebihan pada masa Reformasi
1)      Munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya reformasi bagi bangsa Indonesia.
2)      Kebebasan berpendapat kembali ditegakkan.
3)      Pengurangan masalah Dwi Fungsi ABRI dalam pemerintahan.
4)      Melakukan reformasi hukum dan perundang-undangan di Indonesia.
5)      Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia.
6)      Sector social politik Indonesia menjadi terbuka.
7)      Pemilu yang tadinya hanya dapat diikuti oleh 3 parpol saja sekarang dapat diikuti oleh 48 parpol melalui seleksi.
8)      Kekakuan hukum masa Orde Baru menjadi terpecah atau mulai lenyap.
9)      Pemerintah memikirkan masalah social yang dialami masyarakat dengan mewujudkan program membentuk lapangan pekerjaan bagi pengangguaran.
10)   Corak karya sastra menjadi lebih berwarna dan banyak jenisnya sesuai dengan kondisi social-politik saat itu.
11)   Pemublikasian karya sastra menjadi lebih mudah dan terbantu karena adanya media komunikasi.

Kekurangan-kekurangan pada masa Reformasi
1)      Adanya perpecahan presepsi antara mahasiswa dan kelompok masyarakat mengenai pengangkatan B.J Habibie sebagai Presiden.
2)      Tidak adanya pemberian subsidi terhadap masyarakat.
3)      Keputusan reformasi ekonomi yang dibutuhkan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat.
4)      Terlalu dibebani oleh program penyesuaian structural dari IMF.
5)      Posisi militer tidak mendapat tempat yang cukup baik dihati masyarakat.
6)      Penanganan masalah ekonomi dan social menjadi tidak optimal karena konflik politik internal dalam negeri.
7)      Adanya krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia.
8)      Pemerintah hanya terfokus pada perbaikan ekonomi.
9)      Kurangnya minat para pembaca pada karya sastra angkatan reformasi.
Glosarium
Absurd                         : Sesuatu yang berada diluar akal atau tidak jelas
Rekapitulasi                 : Ringkasan; ikhtisar; ringkasan isi atau ikhtisar pd akhir laporan atau akhir hitungan;  pembuatan rincian data yg bercampur aduk menurut kelompok utama
Amnesti                       : (dari amnestia Yunani,yang artinya dilupakan) adalah tindakan legislatif atau eksekutif di mana suatu negara mengembalikan orang-orang yang mungkin telah bersalah karena melakukan kejahatan terhadap pihak yang tidak bersalah.
Proteksionisme            : Paham bahwa ekonomi dalam negeri harus dilindungi pemerintah dari persaingan luar negeri
Kolusi                          :  Sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancer
Nepotisme                   : perilaku yang memperlihatkan ke sukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat, kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah, tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan
Feedback                     : adalah bentuk konfirmasi dari output (penerima data) ke input (sender); meliputi informasi apakah data yang diterima sudah benar, data koreksi/error, dan lainnya, dimana akan menjadi pertimbangan, pengembangan dan kontinyuitas lebih lanjut akan komunikasi yang sedang berjalan dan proses kedepannya
Kulminasi                    : Puncak tertinggi; tingkatan tertinggi;
Long March                : Perjalanan panjang
Reshuffle                    : Mengubah

1 komentar: