Orde Baru
Surat Perintah 11 Maret 1966
Kondisi
politik Indonesia paska tragedi pemberontakn G30S/PKI sangatlah tegang. Hal itu
ditanggapi oleh pemerintahan Presiden Soekarno dengan menggelar pertemuan pada
10 Maret 1966. Pertemuan itu di hadiri oleh berbagai partai politik, seperti
PSII, NU, Perti, Partai Katolik, Parkindo dll.
Presiden Soekarno menyatakan pendapatnya agar partai-partai politik dan
organisasi massa yang hadir pada waktu itu menolak dan mengecam aksi
demonstrasi dan tuntutan Tritura . Pertemuan itu berakhir deadlock karena permintaan
Front Pancasila berseberangan dengan keinginan Presiden Soekarno dalam hal
pembubaran PKI.
Pada
11 Maret 1966, digelar rapat sidang paripurna yang agendanya adalah merumuskan
langkah-langkah keluar dari krisis ekonomi, social, dan politik Indonesia. Di
tengah-tengah pidatonya Presiden Soekarno diberi tahu oleh Komandan
Cakrabirawa, Brigjen Saboer, bahwa terdapat konsentrasi pasukan tak dikenal
yang berada di luar istana. Beliau kemudian pergi ke Istana Bogor didampingi
oleh Dr. Subandrio dan Dr. Chairul Saleh. Dr. J. Leimena kemudian menutup rapat
sidang paripurna pada 11 Maret 1966 tersebut. Lalu beliau menyusul Presiden
Soekarno ke istana Bogor. Selanjutnya, para perwira tinggi angkatan darat yang
terdiri dari Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Amir Machmoed dan Brigjen M.
Yoesoef juga menyusul ke bogor. Mayjen Soeharto yang menjabat sebagai Panglima
Angkatan Darat sekaligus Panglima Komkamtib (Komando Operasi keamanan dan
Ketertiban) menemui presiden Soekarno. Tujuanya adalah untuk meyakinkan
Presiden Soekarno bahwa TNI-AD berada di belakang Presiden Soekarno dan siap
mendukung beliau.
Sebelumya,
terjadi ketidaksepakatan antara Presiden Soekarno dan Mayjen Soeharto
menyangkut penyelesaian krisis politik
yang terjadi di Indonesia pada saat itu. Mayjen Soeharto melihat bahwa
satu-satunya langkah keluar untuk meredakan krisis dalam negeri adalah dengan
memberantas PKI beserta antek-anteknya. Beliau berpendapat bahwa dengan cara
ini, rasa keamanan dan keadilan rakyat akan terpenuhi. Akan tetapi, Presiden
Soekarno mempunyai pandangan lain. Beliau berpendapat bahwa pembubaran PKI
mustahil dilakukan karena akan menimbulkan inkonsistensi terhadap pelaksanaan
prinsip Nasakom yang telah menjadi dasar pemikiran politik Indonesia pada saat
itu.
Presiden
Soekarno memerintahkan ketiga perwira tinggi bersama komandan bersama komandan
Resimen Cakrabirawa, Brigjen Saboer untuk merancang sebuah konsep surat yang
ditujukan kepada Mayjen Soeharto. Surat ini berisi perintah kepada Mayjen
Soeharto untuk mengatasi masalah keamanan dan krisis politik yang terjadi pada
saat itu. Surat itulah yang kemudian dikenal dengan surat perintah 11 Maret
atau Supersemar.
Langkah
awal yang dilakukan oleh jenderal Soreharto adalah membubarkan dan melarang PKI
beserta unsur-unsur yang berada di belakangnya, mulai 12 Maret 1966. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Soeharto
itu berhasil memenuhi tuntutan masyarakat yang terdapat dalam Tritura, terutama
dalam hal pembubaran PKI. Selanjutnya soeharto merencanakan program-program
perbaikan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pada saat itulah era Orde Baru
dimulai.
Proses Peralihan Kekuasaan Politik
Indonesia
Ketetapan
MPRS No. IX/MPRS/1966 memberikan wewenang penuh kepada Mayjen Soeharto untuk
mengambil segala tindakan yang dinilai penting untuk menjaga kestabilan
keamanan dan ketenangan social guna memperlancar jalanya revolusi. Soeharto
membentuk kabinet Ampera yang diresmikan pada 28 Juli 1966. Seluruh program
kerja kabinet Ampera terdapat dalam catur karya, dengan prinsip dwi dharma.
Politik Indonesia makin memanas dengan tidak disetujuinya pidato
pertanggungjawaban Soekarno oleh Majelis Sidang Umum MPRS. Pidato
pertanggungjawaban yang dikenal dengan
nama Nawaksara itu dinilai tidak lengkap karena tidak menceritakan peristiwa
G30S/PKI dan akibat-akibatnya secara detail. Lalu, pada 22 Oktober 1966, MPRS
mengirim nota kepada Presiden Soekarno agar beliau merevisi dan melengkapi
pertanggungjawabanya. Pidato hasil revisi itu kemudian diberi nama Pelengkap
Nawaksara (Pel Nawaksara). Akan tetapi, Pelengkap Nawaksara itu justru membuat
situasi politik bangsa menjadi semakin tegang. Ada beberapa organisasi massa
dan unsur pemerintah yang menolak Pelengkap Nawaksara. Sementara itu pihak ABRI
melakukan pendekatan secara personal dengan Presiden Soekarno. Mereka membujuk
agar Presiden Soekarno melakukan penyerahan kekuasaan kepada Mayjen Soeharto
sebelum Sidang Umum MPRS. Mayjen Soeharto menerima surat Presiden Soekarno, di
surat ini, dilampirkan surat penegasan untuk menangani masalah sehari-hari.
Mayjen Soeharto membuat sebuah rancangan konsep yang akan di pakai untuk
mempermudah proses penyelesaian krisis politik, konsep itu berisi pernyataan
bahwa Presiden Soekarno berhalangan memimpin pemerintahan dan menyerahkan
tanggungjawab kekuasaan pemerintahan kepada pemegang mandat Surat Perintah 11
Maret 1966, yakni Mayjen Soeharto.kosep ini diajukan kepada Presiden Soekarno
pada 11 Februari 1967. Ternyata, Presiden soekarno tidak menyetujui rancangan
kosep itu beliau keberatan dengan istilah
“ berhalangan” . Tapi pada akhirnya presiden Soekarno menyetujuinya
dengan melakukan perubahan-perubahan kecil, seperti pada pasal 3 yang ditambah
dengan kata-kata menjaga dan
menegakkan revolusi . Pada pukul 19.30, Kamis, 23 Februari 1967, dengan
disaksikan oleh ketua Presidium Kabinet Ampera dan anggota kabinet, Presiden
secara resmi menyerahkan jabatan kekuasaan pemerintahan kepada Pengemban
Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, Jenderal Soeharto. Momentum itulah yang
menandakan awalnya masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia.
Diangkatnya Mayjen Soeharto Menjadi
Presiden Republik Indonesia
Melalui
ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, pada 12 Maret 1967, MPRS yang diketuai
oleh A.H. Nasution menvabut seluruh mandat atas seluruh kekuasaan pemerintahan
dari Presiden Soekarno. Pada 27 Maret 1968, Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS), mengangkat Letjen Soeharto sebagai Presiden Republik
Indonesia. Hal tersebut terdapat dalam Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968.
Kemudian
Presiden Soeharto membentuk kabinet Ampera. Program kerja dari Kabinet Ampera
tercermin dalam Catur Karya, atau empat program. Program-program tersebut
adalah :
1. Memperbaiki
kualitas kehidupan rakyat Indonesia.
2. Menggelar
Pemilihan Umum.
3. Melaksanakan
prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
4. Perjuangan
untuk menolak imperialism dan kolonialisme.
Pemerintahan
Orde Baru segera menyusun rencana untuk mempercepat lancarnya kinerja Kabinet
Ampera. Rencana tersebut adalah :
1. Mewujudkan
kehidupan politik yang lebih baik.
2. Kehidupan
ekonomi segera distabilkan dan direhabilitasi.
3. Menyusun
dan melaksanakan rancana pembangunan.
Dalam
melaksanakan pembangunan nasional, pemerintah Orde Baru mempunyai berbagai
acuan dalam merencanakan program pembangunan dan peningkatan perekonomian
Indonesia. Salah satu program kerja pemerintah Orde Baru adalah Trilogi
pembangunan,yaitu :
1. Pemerataan
pembangunan negara beserta hasil-hasilnya.
2. Merencanakan,
melaksanakan, dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
3. Menciptakan
stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Kebijakan-kebijakan Ekonomi Era
Orde Baru
MPRS
mengeluarkan Ketetapan No. XXIII/MPRS/1966, tujuan dikeluarkannya ketetapan itu
adalah untuk mengatasi krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda Indonesia
sejak 1955. Kebijakan perekonomian dalam negeri yang dicanangkan oleh Soeharto
adalah :
1. Dikeluarkannya
beberapa peraturan pada 3 Oktober 1966. Antara lain :
Ø menerapkan
anggaran belanja berimbang.
Ø menerapkan
kebijakan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha-usaha sector
produktif.
Ø menerapkan
kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri (rescheduling).
Ø menerapkan
kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar
negeri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia.
2. Dikeluarkanya
peraturan 10 Februari 1967 tentang persoalan harga dan tarif.
3. Dikeluarkanya peraturan 28 Juli 1967.
Kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan simulasi kepada pengusaha agar mau
menyerahkan sebagian dari hasil usahanya untuk sektor pajak dan ekspor
Indonesia.
4. Menerapkan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing.
5. Mengesahkan
dan menerapkan Rencana Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RUU APBN 1968).
Soeharto
juga menerapkan kebijakanekonomi yang berorientasi luar negeri, yaitu dengan
melakukan permintaan pinjaman dari luar negeri.
Indonesia
juga tergabung ke dalam institusi ekonomi internasional, seperti Internasional
Bank for Reconstruction and Development (IBRD), Internasional Monetary Fund
(IMF), Internasional Development Agency (IDA), dan Asian Development Bank
(ADB).
Karakteristik
utama pemerintahan Orde Baru adalah berusaha untuk membangun pembangunan yang
terdistribusi secara merata di seluruh Indonesia. Orde Baru juga memusatkan
pembangunan pada sektor pertanian untuk meningkatkan kapabilitas ekonomi dan
kesejahteraan rakyat.
Pemerintah Orde Baru mencanangkan program
pembangunan jangka panjang yang bernama Rencana Pembangunan Lima Tahun
(REPELITA). REPELITA terbagi dalam pelaksanaan Pembangunan Lima Tahun (PELITA).
Dalam
bidang politik, salah satu langkah yang dilakukan oleh Soeharto adalah
melakukan fusi partai politik. Praktik tersebut dilakukan pada tahun 1975,
dengan berdasar pada UU No. 3 1975. Fusi tersebut menghasilkan Kelompok
Demokrasi Pembangunan, Kelompok Persatuan Pembangunan, dan Kelompok Golongan
Karya.
Menguatnya
Peran Negara Pada Masa Orde Baru dan Dampaknya Terhadap Kehidupan
Sosial-Politik Masyarakat
Pada pemerintahan Orde Baru struktur,kinerja dan peran
negara menjadi sangat kuat karena didukung oleh pemusatan dan penguatan 3
sektor utama,yaitu sektor militer,ekonomi dan budaya. Menurut pak Harto
penguatan negara merupakan langkah yang jitu dalam
mendukung kelancaran pembangunan, adapun cara yang dilakukan meliputi :
1.
Penguatan sektor militer, dilakukan dengan cara memperbaiki kinerja 'Angkatan
Darat'. Latar Belakang karir pak Harto sebagai Mayor Jenderal membuat beliau
mendapat dukungan dari basis militer yang cukup kuat
2.
Penguatan sektor
ekonomi, dilakukan dengan cara menambah jumlah dana bantuan luar negeri, karena
sistem ekonomi gagas adalah ekonomi liberal maka mendapat dukungan dari dunia
internasional
3.
Penguatan sektor budaya dilakukan dengan cara menyebarkan
organisasi-organisasi membantu GolKar ke pelosok. Hal ini sangat membantu
karena GolKar yang sejak tahun 1964 sudah muncul itu memiliki posisi yang
sangat penting. Pada waktu itu tidak boleh ada organisasi masyarakat selain
yang bernaung dibawah organisasi GolKar.
Dampak menguatnya peran
negara dimasa Orde Baru adalah terjadi penggabungan partai-partai politik dalam
3 organisasi berikut :
1.
PDI gabungan dari PNI, PARKINDO, P Katolik, Ikatan
Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan P. Murba.
2.
PPP, gabungan dari NU, Partai Muslim Indonesia, Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Indonesia.
3.
Partai Golkar,
gabungan dari berbagai organisasi profesi, seperti Organisasi Buruh, Organisasi
Pemuda, Organisasi Petani dan Nelayan, Organisasi Seniman, dan Organisasi
Masyarakat.
Sebelum terjadinya fusi
partai-partai tersebut, Golkar sudah memperoleh kemenangan mutlak pada Pemilu
1971 dengan perolehan 236 suara dikursi DPR. Kemenangan itu menghasilkan 2 hal
utama :
1.
Adanya monoloyalitas PNS yang menjadi penyumbang suara
terbesar pada waktu itu, semua PNS harus memilih Golkar.
2. Kekuatan Golkar telah
mengakar kuat dihati masyarakat karena Sekber Golkar bersama militer dan
masyarakat berhasil menumpas PKI diawal 1960-an.
Menguatnya posisi Golkar di
masa pemerintahan Orde Baru menunjukkan kuatnya peran pemerintah dalam
menentukan perkembangan kehidupan masyarakat. Seiring dengan itu, Pancasila
menjadi satu-satunya asas yang boleh digunakan oleh seluruh pergerakan nasional
baik dalam parpol, gerakan mahasiswa maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Segala
jenis pergerakan nasional tidak boleh melenceng dari garis-garis besar
Pancasila. Prinsip itu di politisir bahwa tidak boleh ada bentuk kegiatan lain
selain yang berada dibawah kekuasaan organisasi Golkar. Dan kepemimpinan dalam
Golkar sendiri terpusat pada figur Soeharto.
Menguatnya peran negara di
masa Orde Baru juga tidak terlepas dari strategi agresi yang diterapkan oleh
Soeharto. Salah satu strateginy adalah sistem reward and punishment, yakni
pemberian 'hadiah' bagi orang-orang yang pro terhadap pak Harto dan hukuman
bagi pihak-pihak yang kontra terhadap pak Harto.
Salah satu rekaman kelam
sejarah Indonesia pada masa Orde Baru adalah terjadinya Peristiwa Malari pada
15 Januari 1974. Pada Peristiwa Malari, 3 orang mahasiswa ditangkap oleh aparat
dan diadili pada 2 Agustus 1947. Mereka adalah Hariman Siregar, Sjahrir, dan
Muhammad Aini Chalid.
Sejak tahun 1978, sistem
Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK)
membatasi hak-hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul dalam rangka
mengeluarkan dan menyatakan pendapat. Diberedelnya harian Tempo, Detik, dan
Editor pada Juni 1994, menjadi contoh nyata hadirnya sikap otoritarianisme Orde
Baru. Pemberedelan pada 1994 itu, merupakan pemberendelan yang kedua bagi
Tempo. Sebelumnya, media ini pernah diberedel oleh pemerintah Orde Baru pada
1982.
Perkembangan Bahasa
dan Karya Sastra pada masa Orde Baru
Angkatan pertama adalah
angkatan '66 - 70'an, hadirnya angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah
Horison, yang membawa semangat pelopor dalam kesenian Indonesia. Corak aliran
diantaranya adalah, corak serrealis, arketip, absurd, dan arus kesadaran. Sebelumnya masyarakat Indonesia
menggunakan ejaan Suwandi yang penyempurnaannya dilakukan setelah Indonesia
merdeka, dan saat ini ejaan yang di sempurnakan pada masa Orde Baru itu dikenal
dengan istilah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Diantara pengarang
angkatan sebelumnya yang mengambil bagian dalam perkembangan sastra pada masa
ini adalah, Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur
Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip
Soeprobo, serta H. B. Jassin.
Angkatan '80-an
Angkatan '80-an
Pada tahun '80-an, majalah
sastra Horison yang mewadahi sastrawan Indonesia sudah tidak terbit lagi. Pada
masa ini, hadir pula penulis-penulis wanit, diantaranya adalah Marga T. dan
Mira W. yang pada setiap karangannya selalu menyuguhkan cerita fiksi romantis,
dengan tokoh utamanya seorang wanita. Karya sastra masa ini selalu menunjukkan
rasa idealisme.
Pengarang lain yang hadir
pada masa itu adalah Remy Sylado, Yudhistira Ardhinugraha, Noorca Mahendra,
Seno Gumira Adjidarma, dan Kurniawan Junaidi. Hadir jenis sastra lainnya yang
disebut sastra, yang di pelopori oleh Hilman dengan serial Lupus-nya. Teater
yang paling menonjol adalah Teater Koma yang dibentuk oleh Riantimo, dengan
banyak pertunjukan yang dilakukan di berbagai teater.
Orde Reformasi
Krisis Multidimensi dan Munculnya Reformasi
Krisis
moneter di Indonesia dimulai dengan menurunnya nilai tukar rupiah. Hal itu
memicu penurunan produktivitas ekonomi serta munculnya disfungsi institusi
ekonomi dalam mengatasi krisis tersebut. Hal ini kemudian mengarah pada
munculnya krisis legitimasi kepercayaan atas pemerintahan Orde Baru.
Permasalahan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan Orde Baru makin meningkat
dengan diangkatnya kembali Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia.
Dimulai dari krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada medio 1997, efek
domino pun langsung mendera masyarakat Indonesia diberbagai lini. Penurunan
tingkat daya beli, munculnya krisis social, dan meningkatnya pengangguran
karena PHK menjadi permasalahan social yang krusial. Krisis politik, krisis
social, dan krisis legitimasi atas pemerintahan Orde Baru kemudian bermunculan
sebagai reaksi pertama.
Krisis ekonomi
Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997, merupakan sebuah efek domino dari
krisis ekonomi Asia yang melanda berbagai Negara, seperti Thailand, Filipina,
dan Malaysia. Perkembangan ekonomi Indonesia telah mengalami stagnansi sejak
1990-an.. barang-barang produksi Indonesia menjadi tidak berdaya saing apabila
dibandingkan dengan barang-barang luar negeri yang secara bebas memasuki
pasaran Indonesia. Oleh bank dunia, pembangunan ekonomi tergolong berhasil
apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bank Dunia. Syarat-syarat
tersebut diantaranya adalah adanya peningkatan investasi di bidang pendidikan,
yang ditandai dengan peningkatan sumber daya manusia, rendahnya tingkat korupsi
yang ada di tataran pemerintahan, dan adanya stabilitas dan kredibilitas
politik.. adanya krisis moneter ditandai dengan rendahnya mutu sumber daya
manusia, tingginya tingkat korupsi di instansi-instansi pemerintah, dan kondisi
instabilitas politik. Perekonomian Indonesia mengalami penurunan hingga
mencapai 0% pada 1998.
Pada 15
januari 1998, presiden Soeharto menandatangani 50 butir Letter of Intent (Lol)
dengan disaksikan oleh direktur IMF Asia, Michel Camdessus, sebagai sebuah
syarat untuk mendapatkan kucuran dana bantuan luar negeri tersebut. Penanganan
krisis ekonomi Indonesia pada 1997/1998, berujung pada munculnya krisis
multidimensi, baik itu politik dan social, maupun krisis kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah.
Krisis Sosial
Suhu
politik ditataran elite yang makin memanas menimbulkan berbagai potensi
perpecahan social di masyarakat. Kelompok masyarakat yang menuntut presiden
Soeharto mundur dari pemerintahan diwakili oleh mahasiswa. Kelompok ini
memiliki cita-cita reformasi terhadap Indonesia. Organisasi yang berada pada
jalur ini, diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan
Forum Kota (Frkot). Meskipun kedua organisasi mahasiswa tersebut memiliki napas
perjuangan yang berbeda, tetapi tetap memiliki tujuan yang sama, yakni
menurunkan Soeharto dari kursi kepresidenan, menghapus Dwi fungsi ABRI, dan
mewujudkan reformasi Indonesia secara optimal.
Kerusuhan
sistematis yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia pada 13-14 mei 1998,
menjadi bukti dari adanya pergesekan social antarmasyarakat. Munculnya berbagai
kerusuhan horizontal ini merupakan implikasi dari kebijakan ekonomi
sentralistik yang menimbulkan jurang pemisah kesejahteraan yang begitu tinggi
antara pusat dan daerah.
Krisis Politik
Proses
aspirasi politik ke pemerintahan tidak terdistribusi secara sempurna. Dengan
demikian, proses penyaluran aspirasi rakyatpun terhambat. Segala peraturan yang
dibentuk oleh MPR/DPR pada prinsipnya tidak berorientasi jangka panjang,
melainkan semata-mata bertujuan untuk memenuhi keinginan dan kepentingan para
oknum-oknum tertentu. Selain itu, budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
telah mengakar kuat didalam tubuh birokrasi pemerintahan. Unsure legislative
yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam membuat dasar-dasar hokum
dan haluan Negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Kondisi
ini memicu munculnya kondisi status quo yang berakibat pada munculnya krisis
politik, baik itu dalam tataran elite politik maupun masyarakat yang mulai
mempertanyakan legitimasi pemerintahan Orde baru.
Kronologi Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru
Latar
belakang krisis Asia dan tingginya KKN di Tubuh Pemerintahan Negara. Pemicu
dari kejatuhan Pemerintahan Orde Baru ini, antara lain adalah karena tingginya
tingkat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di dalam pemerintahan. Selain itu
membengkakanya angka utang luar negeri juga menjadi salah satu pemicu dari
jatuhnya Orde Baru.
Mahasiswa
kemudian menyusun agenda reformasi yang ditujukan kepada pemerintah Orde baru.
Isi dari agenda reformasi ini, antara lain terfokus pada hal-hal berikut ini :
1.
Mengadili Soeharto dan kroni-kroninya
2.
Melakukan amandemen terhadap UUD 1945
3.
Menghapus Dwi Fungsi ABRI didalam struktur
pemerintahan Negara.
4.
Penegakan supremasi hokum di Indonesia
5.
Mewujudkan pemerintahan yang bersih dari
unsure-unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Menurunnya
pamor pemerintahan Orde Baru telah dimulai semenjak penandatanganan perjanjian
pemberian dana bantuan pada Medio 1997. Akan tetapi, pemberian dana bantuan ini
sebenarnya mengandung 2 kelemahan utama bagi Indonesia dan hal ini disadari
oleh rakyat. Kelemahan pertama terletak pada posisi dana bantuan itu. Pemberian
dana bantuan oeh IMF adalah uang luar negeri yang harus dibayar kembali oleh
Indonesia beserta bunganya. Kelemahan kedua adalah penerapan Structural Adusment Program ( program
penyesuaian strtuktural ) dari IMF yang menyertai penurunan dana bantuan
tersebut.
Kronologi Pengunduran Diri Soeharto dari Kursi
Kepresidenan
Menanggapi
kondisi perekonomian yang semakin parah, mahasiswa bersama elemen-elemen
masyarakatpun mulai bergerak untukturun kejalan berdemonstrasi menuntut
penurunan harga. Aksi demonstrasi damaipun berjalan tertib, tetapi situasi
kemudian memanas ketika mahasiswa yang ingin melakukan long march menuju DPR/MPR tidak diperbolehkan oleh petugas.
Bentrokanpun terjadi, dalam insiden bentrokan ini 4 mahasiswa tewas yaitu,
Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendrawan Sie, dan Heri Hartanto. Mereka
kemudian diberi gelar Pahlawan Reformasi. Aksi di gedung MPR/DPR mencapai
puncaknya pada 21 Mei 1998, pada pukul 09.06 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran
dirinya dari posisi presiden Republik Indonesia. Momentum turunnya Soeharto
pada 21 Mei 1998 mengakhiri pemerintahan Orde Baru yang telah berjalan selama
32 tahun di Indonesia.
Perkembangan politik Setelah 21 Mei 1998
M.C.
Ricklefs (seorang sejarawan Australia) melihat bahwa terdapat lima bidang yang
menjadi konsiderasi utama pemerintahan presiden Habibie, yakni masa depan
reformasi, masa depan ABRI, masa depan daerah-daerah yang ingin melepaskan diri
dari Indonesia, masa depan Soeharto beserta keluarga dan kroni-kroninya, dan
masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Selanjutnya, 22 Mei
1998, Presiden B.J. Habibie membentuk susunan cabinet yang dinamakan cabinet
Reformasi Pembangunan. Kabinet yang beranggotakan 16 menteri ini memfokuskan
pembenahan ekonomi dalam lima bidang kerja utama, diantaranya sebagai berikut:
1.
Melakukan proses rekapitulasi perbankan Indonesia.
2.
Melaksanakan likuidasi bank-bank yang bermasalah.
3.
Memperbaiki nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sehingga mencapai
angka dibawah Rp10.000,00.
4.
Membangun konstruksi baru perekonomian Indonesia.
5.
Melaksanakan syarat-syarat reformasi ekonomi yang diberikan IMF kepada
Indonesia.
Pemberian
Amnesti dan Munculnya Kebebasan Berpendapat
Tahanan-tahanan
politik Orde Baru yang dimasukkan ke penjara dengan tuduhan subversive, seperti
mochtar Pakpahan dan Sri Bintang Pamungkas pun diberikan amnesty dan dibebaskan
pada masa pemerintahan Presiden Habibie. Amnesty pembebasan Sri Bintang
Pamungkas dan Mochtar Pakpahan ini dikukuhkan didalam Keppres No.80 Tahun 1998.
Kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat pun kembali terangkat. Hal ini
dapat terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan da
ideology.
Presiden
Habibie juga mengeluarkan kebijakan untuk membuat Tim Gabungan Pencari Fakta
(TPGF). Tugas dari tim ini adalah mencari segala sesuatu yang berhubungan
dengan kerusuhan 13-14 mei 1998 di Jakarta. TGPF diketuai oleh Marzuki
Darusman, yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua Komnas HAM. TGPF , antara lain membawahi institusi-institusi,
seperti Departemen Luar negeri (Deplu), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kejaksaan, lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), ABRI, dan Kepolisian. Selanjutnya TGPF melaksanakan tugasnya untuk
mengusut mengenai peristiwa seputar kerusuhan 13-14 Mei 1998 secara kronologis.
Presiden
Habibie mengeluarkan suatu kebijakan, yang tertuang dalam Undang-Undang No.9
tahun 1998 yang berisi tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Tata cara berdemonstrasipun dinyatakan didalam UU tersebut. Bentuk penyampaian
pendapat dimuka umum ini dapat berupa unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat
umum, dan mimbar bebas. Ketentuan ini dinyatakan didalam pasal 9 (2) UU No.9 Tahun
1998. Selain itu, Presiden Habibie juga mencabut UU No. 11/PNS/1963 tentang
Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan UU No.26 Tahun 1999.
Permasalahan Dwi Fungsi ABRI
Tuntutan
untuk mengahapus Dwi fungsi ABRIpun menjadi isu utama dalam agenda reformasi.
Presiden Habibie menganggapi hal tersebut dengan menerapkan berbagai kebijakan.
Kebijakan yang diterapkan oleh Presiden Habibie, antara lain adalah memisahkan
Kepolisian Republik Indonesia dari tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI). Kebijakan ini mulai diterapkan pada 5 mei 1999. Pembenahan Dwi Fungsi
ABRI didalam tubuh pemerintahan dilaksanakan dengan mereduksi keberadaan ABRI
didalam DPR. Pengurangan ini menetapkan hanya 38 kursi yang berasal dari ABRI,
sebelumnya terdapat 75 kursi. Dengan demikian, pelaksanaan doktrin Dwi Fungsi
ABRI didalam tubuh pemerintahan dapat dieliminir secara bertahap.
Reformasi Hukum dan Perundang-undangan
Di dalam
Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 November 1998, terdapat perombakan
besar-besaran terhadap sistem hokum dan perundang-undangan tersebut. Adapun
focus pembenahan sector hokum dan perundang-undangan ini mengacu pada 12
ketetapan yang dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu:
- Bagian ketetapan yang terdiri dari enam ketetapan MPR baru, antara lainnya sebagai berikut.
- Tap. MPR No. X/MPR/1998.
- Tap. MPR No. XI/MPR/1998.
- Tap. MPR No. XIII/MPR/1998.
- Tap. MPR No. XV/MPR/1998
- Tap. MPR No. XVI/MPR/1998.
- Tap. MPR No. XVII/MPR/1998.
- Bagian ketetapan yang terdiri dari dua ketetapan yang mengubah dan menambah ketetapan lama.
- Tap. MPR No. VII/MPR/1998.
- Tap. MPR No. XIV/MPR/1998.
- Bagian yang berisi empat ketetapan yang bersifat mencabut ketetapan-ketetapan MPR terdahulu, adalah sebagai berikut:
- Tap. MPR No.III/V/MPR1998.
- Tap. MPR No. IX/MPR/1998.
- Tap. MPR No. XII/MPR?1998.
- Tap. MPR No. V/MPR/1998.
Era baru
dalam reformasi hokum dan perundang-undangan pada masa pemerintahan Presiden
Habibie menjadi semacam pemecah kekakuan sistem hokum di Indonesia selama Orde
Baru.
Pemilihan Umum 1999
Ditetapkan
3 undang-undang politik baru yang ditandatangani pada 1 Februari 1999. Isinya
menyangkut undang-undang mengenai partai politik, proses pemilihan umum, serta
susunan dan kedudukan (susduk) MPR, DPR, dan DPRD. Setelah itu presiden
membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya terdiri dari
wakil parpol dan wakil pemerintah. Berdasarkan undang-undang yang telah
disahkan pada 1 februari 1999 tersebut, hanya 48 partai politik yang lolos
untuk melaju diputaran pemilihan umum dari 112 partai politik yang mendaftar.
Panitia yang bertugas untuk menyaring partai-partai politik itu dinamakan
Panitia 11.
Sistem
pengaturan pemilu 1999 diatur dalam UU No.3 Tahun 1999. Didalam peraturan ini,
ditetapkan bahwa peraturan pemilihan umu bersifat campuran antara sistem
proporsional dan sistem distrik. Pemilihan umum tingkat nasional akhirnya
digelar pada 7 Juni 1999. Dari 48 partai politik yang berpartisipasi didalam
pemilu 1999, terdapat 5 partai besar yang menempati urutan tertinggi, yaitu
PDI-P, Golkar, PKB, PPP, dan PAN. Perolehan jumlah suara partai secara
keseluruhan ini juga digunakan untuk menghitung pembagian antara wakil-wakil
yang berasal dari utusan golongan maupun yang berasal dari utusan daerah.
Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Pasca-Reformasi
Tingginya
tingkat intensitas konflik politik internal dalam negeri membuat konsentrasi
penanganan masalah ekonomi dan social menjadi tidak optimal. Selain itu,
dorongan IMF untuk menerapkan Structural Adjustment Program (Program
Penyesuaian Struktural) di Indonesia tidak menambah ringan beban ekonomi
bangsa. Penyebabnya adalah bahwa paket-paket kebijakan yang disodorkan oleh IMF
tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia.
Premis
IMF yang melihat bahwa adanya peningkatan ketahan ekonomi suatu Negara akan
secara langsung berimbas pada peningkatan ketahanan social masyarakat, kemudian
terpatahkan dalam kasus Indonesia. Kondisi social dan ekonomi masyarakat
Indonesia tidak menunjukkan hasil yang membaik. Memburuknya kondisi social dan
ekonomi Indonesia pascareformasi salah satunya dapat dilihat dari poin
kebijakan penghapusan subsidi bagi masyarakat yang disodorkan oleh IMF.
Pemerintah tidak boleh memberikan subsidi yang signifikan untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat, baik itu dalam bentuk subsidi usaha maupun
proteksionisme terhadap sector ekonomi local. Meningkatnya angka pengangguran,
melambatnya laju pertumbuhan ekonomi, dan makin meningginya angka kriminalitas
menjadi warna dari krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia
pascareformasi. Menurunnya investasi asing di Indonesia juga menjadi salah satu
penyebab melambatnya kinerja ekonomi ini. Perwujudan lapangan pekerjaan menjadi
hal yang konkret untuk menanggulangi krisis multidimensi tesebut. Proyek
pembenahan kondisi ekonomi dan social yang dicanangkan pemerintah era
reformasi,antara lain berfokus pada hal-hal sebagai berikut:
- Meningkatkan lapangan pekerjaan seoptimal mungkin.
- Menyediakan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat.
- Optimalisasi fasilitas umum bagi masyarakat.
- Mengoptimalkan sector pendidikan.
- Memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk akses kesehatan.
Perkembangan Bahasa dan Karya Sastra Pasca
Reformasi
Seperti
yang dikatakan oleh Zaelani Tamaka perkembangan sastra cenderung mengikuti
perkembangan politik. Kekhasan yang ditimbulkan oleh para pengarang dari
perubahan social ini dimasukkan kedalam sbuah istilah yang mewakili keberadaan
para pengarang yaitu angkatan reformasi. Munculnya angkatan ini ditandai dengan
maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema
social-politik, khususnya seputar reformasi.
Berbagi
bentuk seperti novel, puisi, drama, dan prosa menggambarkan keadaan, akibat dan
semua perasaan yang tercampur baur dengan keadaan politik saat itu. Bahkan,
penyair-penyair yang pada awalnya menulis karya sastra jauh dari tema-tema
social politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun yosi herfanda, dan
Acep zamzam noer, juga ikut menulis sajak-sajak dengan tema social-politik.
Namun, wacana tentang keberadaan angkatan reformasi tidak menarik banyak pihak
untuk turut serta menilik dan menikmati karya mereka. Sehingga oleh Koriee
Layun Rampan dilemparkan wacana tentang sastrawan angkatan 2000 yang
karya-karyanya banyak berisi masalah-masalah social politik.
Kelebihan dan Kekurangan
Orde Baru
Kelemahan Orde Baru :
1.
Hancurnya ekonomi
Indonesia taun 1998-1998
2.
Mundurnya investasi dan
peningkatan modal
3.
Investor dari luar negeri
memindahkan modalnya ke Negara lain
4.
Tidak adanya stabilitas
dan kredibilitas politik dalam negeri
5.
Tingginya tingkat
pengangguran karena PHK
6.
Menurunnya angka ekspor
dan impor secara drastic karena tidak dipercayai perbankan Indonesia
7.
Munculnya kasus kredit
macet pada bank-bank utama Indonesia
8.
Tingginya tingkat KKN
dikalangan perpolitikkan
9.
Munculnya krisis
multidimensi akibat krisis eonomi
1997-1998
Kelebihan
sistem Pemerintahan Orde Baru
1. Perkembangan
GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah
mencapai lebih dari AS$1.000
2. Sukses
transmigrasi
3. Sukses
KB
4. Sukses
memerangi buta huruf
5. Sukses
swasembada pangan
6. Pengangguran
minimum
7. Sukses
REPELITA ( Rencana Pembangunan Lima Tahun
8. Sukses
Gerakan Wajib Belajar
9. Sukses
Gerakan Nasional Orang-tua asuh
10. Sukses
keamanan dalam negeri
11. Investor
asing mau menanamkan modal di Indonesia
12. Sukses
menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Orde Reformasi
Kelebihan-kelebihan pada masa Reformasi
1) Munculnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya reformasi bagi bangsa Indonesia.
2) Kebebasan
berpendapat kembali ditegakkan.
3) Pengurangan
masalah Dwi Fungsi ABRI dalam pemerintahan.
4) Melakukan
reformasi hukum dan perundang-undangan di Indonesia.
5) Adanya
jaminan terhadap Hak Asasi Manusia.
6) Sector
social politik Indonesia menjadi terbuka.
7) Pemilu
yang tadinya hanya dapat diikuti oleh 3 parpol saja sekarang dapat diikuti oleh
48 parpol melalui seleksi.
8) Kekakuan
hukum masa Orde Baru menjadi terpecah atau mulai lenyap.
9) Pemerintah
memikirkan masalah social yang dialami masyarakat dengan mewujudkan program
membentuk lapangan pekerjaan bagi pengangguaran.
10) Corak karya sastra menjadi lebih berwarna dan
banyak jenisnya sesuai dengan kondisi social-politik saat itu.
11) Pemublikasian karya sastra menjadi lebih mudah
dan terbantu karena adanya media komunikasi.
Kekurangan-kekurangan pada masa Reformasi
1) Adanya
perpecahan presepsi antara mahasiswa dan kelompok masyarakat mengenai
pengangkatan B.J Habibie sebagai Presiden.
2) Tidak
adanya pemberian subsidi terhadap masyarakat.
3) Keputusan
reformasi ekonomi yang dibutuhkan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan
masyarakat.
4) Terlalu
dibebani oleh program penyesuaian structural dari IMF.
5) Posisi
militer tidak mendapat tempat yang cukup baik dihati masyarakat.
6) Penanganan
masalah ekonomi dan social menjadi tidak optimal karena konflik politik
internal dalam negeri.
7) Adanya
krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia.
8) Pemerintah
hanya terfokus pada perbaikan ekonomi.
9) Kurangnya
minat para pembaca pada karya sastra angkatan reformasi.
Glosarium
Absurd :
Sesuatu yang berada diluar akal atau tidak jelas
Rekapitulasi : Ringkasan;
ikhtisar; ringkasan isi atau ikhtisar pd akhir laporan atau akhir hitungan; pembuatan rincian data yg bercampur
aduk menurut kelompok utama
Amnesti : (dari amnestia Yunani,yang artinya dilupakan)
adalah tindakan legislatif atau eksekutif di mana suatu negara mengembalikan
orang-orang yang mungkin telah bersalah karena melakukan kejahatan terhadap
pihak yang tidak bersalah.
Proteksionisme
: Paham
bahwa ekonomi dalam negeri harus dilindungi pemerintah dari persaingan luar
negeri
Kolusi : Sikap dan perbuatan tidak
jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan
perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai
pelicin agar segala urusannya menjadi lancer
Nepotisme : perilaku yang
memperlihatkan ke sukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat, kecenderungan
untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam
jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah, tindakan memilih kerabat atau sanak
saudara sendiri untuk memegang pemerintahan
Feedback : adalah bentuk konfirmasi dari
output (penerima data) ke input (sender); meliputi informasi apakah data yang
diterima sudah benar, data koreksi/error, dan lainnya, dimana akan menjadi
pertimbangan, pengembangan dan kontinyuitas lebih lanjut akan komunikasi yang sedang
berjalan dan proses kedepannya
Kulminasi :
Puncak tertinggi; tingkatan tertinggi;
Long
March :
Perjalanan panjang
Reshuffle :
Mengubah
Terimakasih atas informasinya :)
BalasHapus