ANTROPLOGI
SUKU
MINAHASA
·
Suku Minahasa
Suku
Minahasa adalah salah satu suku bangsa di Indonesia. Mereka berasal dari
kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Suku Minahasa sebagian besar
tersebar di seluruh Provinsi Sulawesi Utara.
Suku
Minahasa terbagi atas Sembilan etnik-etnik kecil, yaitu :
1. Babontehu
2. Bantik
3. Pasan
Ratahan
4. Ponosakan
5. Tombulu
6. Tontemboan
7. Tondano
8. Tonsawang
9. Tonsea
Suku
Minahasa lebih dikenal dengan orang Manado. Orang Minahasa menyebut diri mereka
sebagai orang Manado atau Touwenang (orang
Wenang), orang Minahasa, atau Kawanua. Penduduk Minahasa terdiri atas 8
subetnik, yaitu sebagai berikut.
a. Tounsea
b. Tombulu
c. Tountemboan
d. Toulour
e. Tounsawang
f. Pasan
g. Ponosakan
h. Bantik
·
Sistem Mata Pencaharian
Mata
pencaharian pokok penduduk adalah bertani. Sektor pertanian yang berkembang
pesat adalah perkebunan rakyat, berupa tanaman-tanaman industri, terutama
kelapa, cengkeh, kopi, dan pala. Selain itu, adapula cokelat, vanilli, jahe
putih, dan jambu mete. Sementara itu, areal persawahan juga menunjukkan peningkatan
pengembangan produksi padi, dataran
tinggi untuk perladangan lebih condong untuk tanaman jagung. Di ladang, tidak
hanya jagung yang
ditanam, tetapi juga sayur-mayur, tanaman bumbu masakkan, dan buah-buahan
(misalnya kelapa, alpukat, pepaya, jeruk, nangka, sirsak, jambu biji, dan jambu
air).
·
Sistem Agama dan Religi
Agama
resmi masyarakat Minahasa adalah Kristen, Katolik, dan Islam. Sebelum datangnya
agama wahyu tersebut, masyarakat Minahasa telah mengenal kepercayaan yang
mempunyai konsep-konsep dunia gaib, makhluk, dan kekuatan adikodrati (yang
dianggap baik dan jahat serta manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa manusia,
benda kekuatan gaib, tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia
akhirat). Unsur-unsur kepercayaan itu terlihat dari penerapannya dalam
upacara-upacara adat yang berhubungan dengan lingkaran hidup manusia, yaitu
masa hamil, kelahiran, perkawinan, dan kematian.
Dalam
mitologi Minahasa dikenal banyak dewa yang disebut dengan empung atau opong. Dewa
tertingginya disebut Opo Wailan Wangko,
di bawahnya adalah Karéma.
·
Pola Menetap
Adat
menetap setelah menikah pada masyarakat Minahasa adalah neolokal (biasa disebut
tumampas). Neolokal berarti pasangan yang baru menikah tinggal di kediaman
yang baru (tidak mengelompok di kediaman kerabat si suami ataupu si istri).
Pada kenyataannya, adat menetap neolokal
ini bukan merupakan kewajiban. Setiap pasangan yang baru menikah dapat tinggal
di tempat kerabat laki-laki hingga mereka memperoleh rumah sendiri.
Bahasa
yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari di Manado dan wilayah sekitarnya
disebut bahasa Melayu Manado. Bahasa daerah Manado menyerupai bahasa Indonesia,
tetapi dengan logat yang khas. Beberapa kata dalam dialek Manado berasal dari
bahasa Belanda dan bahasa Portugis karena daerah ini dahulunya merupakan
wilayah penjajahan Belanda dan Portugis.
Penduduk
di kota Manado terdiri dari berbagai latar belakang etnik maupun agamanya.
Mayoritas penduduk berasal dari suku Minahasa, menyusul suku Sangihe Talaud,
suku Bolaang, Mongondow, suku Gorontalo, dan suku Tionghoa. Selain itu,
terdapat pula penduduk suku Jawa, suku Batak, suku Arab, suku Makassar, dan
sebagainya. Agama yang dianut adalah Kristen Protestan, Islam, Katolik, Budha,
dan Hindu. Mayoritas penduduk kota adalah pemeluk agama Kristen dan Katolik.
Hal itu jelas dapat dilihat dari banyaknya gereja-gereja di seantero kota.
Meski begitu heterogennya masyarakat Manado sangat menghargai sikap hidup
toleran, rukun, terbuka, dan dinamis. Oleh karena itu, kota Manado memiliki
lingkungan sosial
yang relative kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di
Indonesia. Hal ini tercermin dari emboyan masyarakat Manado “Torang samua basudara” yang artinya
“Kita semua bersaudara”.
Secara
umum, kehidupan di kota Manado sama dengan kota-kota besar lainnya di
Indonesaia. Pusat kota terdapat di Jalan Sam Ratulangi, yang banyak dibangun
pusat-pusat pembelanjaan yang terletak di sepanjang jalur utara-selatan, yang
jga dikenal dengan tempat yang memiliki restoran-restoran terkenal di Manado.
Akhir-akhir ini, Manado terkenal dengan
makin menjamurnya mal-mal dan restoran-restoran yang dibangun di
sepanjang pantai yang memanfaatkan pemandangannya yang inda di saat
menjelangang matahari terbenam.
·
Sistem Kekerabatan
Secara
umum, etiap orang di Minahasa diperbolehkan menetapkan jodohnya tanpa ada
paksaan dari orang tua. Pada zaman dahulu, dalam hal pembatasan jodoh, ada adat
eksogami yang mewajibkan orang untuk menikah diluar famili. Artinya, kelompok
kekerabatan yang mencakup semua anggota keluarga batih dari saudara-saudara
sekandung ibu dan ayah, baik laki-laki maupun perempuan, beserta semua keluarga
batih dari anak-anak mereka. Setelah menikah, pengantin baru tunggal menurut
aturan neoloka (tumampas) di tempat
kediaman yang baru dan tidak hidup berkelompok di sekitar tempat kediaman
kerabat pihak suami maupun pihak istri. Batas-batas hubungan kekerabatan orang
Minahasa didasarkan pada prinsip bilateral, yaitu hubungan kekerabatan yang ditentukan oleh garis keturunan
laki-laki maupun wanita.
Musik
tradisional dari kota Manado dan sekitarnya dikenal dengan nama musik
kolintang. Alat musik kolintang dibuat dari sejumlah kayu yang berbeda-beda
panjangnya sehingga menghasilkan nada-nada yang berbeda. Biasanya, untuk
memainkan sebuah lagu dibutuhkan sejumlah alat musik kolintang untuk
menghasilkan kombinasi suara yang bagus.
·
System Kemasyarakatan (Organisasi
Sosial)
Dalam
masyarakat Minahasa, ada satu kegiatan yang sering kali dilakukan, yaitu
kegiatan tolong-menolong dan kerja sama yang disebut mapalus. Mapalus ini tidak hanya ada pada kalangan kerabat, tetapi
juga pada kalangan yang lebih luas lagi yang meliputi rukun tetangga, kampung
dan kecamatan. Setiap kelompok mapalus
dipimpin oleh seorang ketua yang pada zaman dulu disebut tu’a im palus.
·
Kawanua
Masyarakat Manado juga disebut dengan istilah “warga
Kawanua”. Walaupun secara khusus Kawanua diartikan kepada suku Minahasa, secara
umum, penduduk Manado dapat disebut juga sebagai warga Kawanua. Dalam bahasa
daerah Minahasa, “Kawanua” sering diartikan sebagai penduduk negeri atau
“wanua-wanua”. Kata “Wanua” dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), diartikan
sebagai wilayah pemukiman. Sementara itu, dalam bahasa Minahasa, kata “Wanua”
diartikan sebagai negeri atau desa. Kawanua adalah bentuk gotong-royong
warga dalam membangun desanya.
Sumber : Trisnu
Brata, Nugroho. Antropologi untuk SMA dan
MA kelas XII. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2007
Orang Minahasa sering juga disebut
orang Manado. Mereka sendiri suka pula menyebut dirinya sebagai orang Kawanua. Masyarakat ini sebagian besar
mendiami daerah timur laut jazirah Sulawesi Utara, Propinsi Sulawesi Utara.
Daerah tersebut sekarang termasuk dalam wilayah Kabupaten Minahasa dan
Kotamadya Manado. Jumlah populasi mereka diperkirakan sekitar 790.000 jiwa,
belum termasuk yang berdiam di daerah-daerah lain.
Bahasa umum yang dipakai oleh orang Minahasa sekarang adalah bahasa “Melayu
Manado”. Sedangkan bahasa aslinya adalah apa yang dikenal sebagai bahasa
turunan atau dialek dari setiap subkelompok suku bangsa yang ada.
Dibandingkan masyarakat-masyarakat
lain di Indonesia, masyarakat ini sudah lebih dulu menyerap unsur kebudayaan
barat, yaitu semenjak kedatangan bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda pada
beberapa ratus tahun yang lalu. Daerah mereka merupakan pusat penyebaran agama
Kristen bagi Sulawesi Utara. Pengaruh yang cukup lama itu menyebabkan sisa-sisa
unsur kebudayaan aslinya banyak yang hilang dari kehidupan tradisionalnya.
Sejak lama daerah ini terkenal sebagai penghasil kopra, dan sejak beberapa
puluh tahun terakhir terkenal pula sebagai penghasil cengkeh. Mata pencaharian
pokok mereka memang bertani di ladang dengan tanaman seperti jagung, ubi kayu,
ubi jalar, kacang-kacangan dan sedikit padi. Masyarakat Minahasa yang berdiam
didekat perairan laut dan danau, misalnya di pinggir danau Tondano, hidup
sebagai penangkap ikan. Sebagian masih ada yang berburu dan meramu sebagai
pekerjaan tambahan. Sekarang kebanyakan diantara mereka bekerja sebagai guru,
pedagang, pengusaha, pegawai kantor pemerintah dan swasta.
Kelompok kekerabatan terkecil dan
penting dalam masyarakat Minahasa adalah keluarga inti monogami yang mereka
sebut seme’urang. Setiap orang
memakai nama kelompok kekerabatan patrilineal yang disebut fam. Akan tetapi masyarakat ini juga mengenal ikatan kekerabatan
yang lenih luas dan bilateral sifatnya, disebut patuari. Kekerabatan patuari ini terutama berfungsi dalam rangka
kegiatan gotong-royong secara adat yang mereka sebut mapalus, seperti dalam perkawinan, kematian, kerja sama sosial ekonomi
dan lain-lain.
Pada zaman dulu mereka mengenal
beberapa penggolongan dalam masyarakatnya. Ada golongan yang mengurus
masalah-masalah keagamaan (religi lama) yang disebut makarua siow atau walian
tonaas. Kemudian ada golongan pemimpin sosial politik negeri yang disebut makatelupitu, kedalamnya termasuk
panglima perang dan prajurit disegani. Sesudah itu baru golongan rakyat biasa.
Dulu sistem desa tradisional
Minahasa disebut wanua, yang terdiri
atas beberapa buah kampung yang disebut ro’ong.
Pemimpin wanua disebut hukum tua atau
paedon tua. Para wanua berorientasi
ke desa darimana mereka berasal. Kesatuan daerah seasal ini disebut walak dan ketuanya disebut tuaum walak. Beberapa walak membentuk
konfederasi sendiri yang disebut pakasa’an.
Pada abat ke 16 terdapat 17 walak dan 4 buah pakasa’an.
Sekarang sebagian besar orang
Minahasa telah memeluk agama Kristen Protestan. Religi asli mereka pada
dasarnya animisme, pemujaan roh nenek moyang yang disebut opo atau datu dan kepada
kekuatan magis (doti). Dulu kegiatan
ritual dalam religi dipimpin oleh imam (walian
tonaas).
·
Bantik
Orang Bantik adalah
sub-suku bangsa Minahasa. Mereka berdiam dibagian barat laut dan selatan
Kotamadya Manado, Propinsi Sulawesi Utara.
·
Pasan
Ratahan
Orang Ratahan atau
orang Pasan adalah salah satu sub-suku dari suku bangsa Minahasa. Masyarakat
ini mendiami daerah bagian tenggara Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka
memakai dialek Ratahan yang masih bagian dari bahasa Minahasa.
·
Ponosakan
Mendiami bagian
tenggara Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka memakai dialek Ponasakan
yang masih bagian dari bahasa Minahasa.
·
Tombulu
Mereka berdiam
disekitar daerah barat laut Danau Tondano, dalam wilayah Kabupaten Minahasa,
Propinsi Sulawesu Utara. Mereka memakai dialek Tombulu yang masih bagian dari
bahasa Minahasa. Pada tahun 1977 jumlah populasinya sekitar 40.000 jiwa.
·
Tontembuan
Mendiami daerah
disekitar bagian barat daya Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka memakai
dialek Tontembuan, bagian dari Minahasa. Populasinya sekitar 14.000 jiwa.
·
Tonsawang
Mereka mendiami
beberapa desa di daerah Kabupaten Minahasa bagian selatan. Masyarakat ini
menggunakan dialek Tonsawang.
·
Tonsea
Mereka mendiami beberapa kampung di sebelah timur
laut Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Masyarakat ini memakai dialek Tonsea
yang masih bagian dari bahasa Minahasa. Populasinya sekitar 90.000 jiwa.
·
Toulour
Mereka mendiami daerah bagian timur pesisir Danau
Tondano, yang masih termasuk dalam wilayah Kabupaten Minahasa, Propinsi
Sulawesi Utara.
Sumber : Hidayah, Zulyani., Ensiklopedi Suku Bangsa
di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1997
original by : Luluk Dicky Apsarie
Terima kasih. Sangat bermanfaat.
BalasHapusKerenn💐
BalasHapus