Selasa, 06 Maret 2012

Suku Minahasa ( Antropologi Etnografi )


ANTROPLOGI
SUKU MINAHASA
·          Suku Minahasa
Suku Minahasa adalah salah satu suku bangsa di Indonesia. Mereka berasal dari kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Suku Minahasa sebagian besar tersebar di seluruh Provinsi Sulawesi Utara.
Suku Minahasa terbagi atas Sembilan etnik-etnik kecil, yaitu :
1.      Babontehu
2.      Bantik
3.      Pasan Ratahan
4.      Ponosakan
5.      Tombulu
6.      Tontemboan
7.      Tondano
8.      Tonsawang
9.      Tonsea
Suku Minahasa lebih dikenal dengan orang Manado. Orang Minahasa menyebut diri mereka sebagai orang Manado atau Touwenang (orang Wenang), orang Minahasa, atau Kawanua. Penduduk Minahasa terdiri atas 8 subetnik, yaitu sebagai berikut.
a.       Tounsea
b.      Tombulu
c.       Tountemboan
d.      Toulour
e.       Tounsawang
f.       Pasan
g.      Ponosakan
h.      Bantik
·         Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok penduduk adalah bertani. Sektor pertanian yang berkembang pesat adalah perkebunan rakyat, berupa tanaman-tanaman industri, terutama kelapa, cengkeh, kopi, dan pala. Selain itu, adapula cokelat, vanilli, jahe putih, dan jambu mete. Sementara itu, areal persawahan juga menunjukkan peningkatan pengembangan produksi padi, dataran tinggi untuk perladangan lebih condong untuk tanaman jagung. Di ladang, tidak hanya jagung yang ditanam, tetapi juga sayur-mayur, tanaman bumbu masakkan, dan buah-buahan (misalnya kelapa, alpukat, pepaya, jeruk, nangka, sirsak, jambu biji, dan jambu air).
·         Sistem Agama dan Religi
Agama resmi masyarakat Minahasa adalah Kristen, Katolik, dan Islam. Sebelum datangnya agama wahyu tersebut, masyarakat Minahasa telah mengenal kepercayaan yang mempunyai konsep-konsep dunia gaib, makhluk, dan kekuatan adikodrati (yang dianggap baik dan jahat serta manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa manusia, benda kekuatan gaib, tempat keramat, orang berkekuatan gaib, dan dunia akhirat). Unsur-unsur kepercayaan itu terlihat dari penerapannya dalam upacara-upacara adat yang berhubungan dengan lingkaran hidup manusia, yaitu masa hamil, kelahiran, perkawinan, dan kematian.
Dalam mitologi Minahasa dikenal banyak dewa yang disebut dengan empung atau opong. Dewa tertingginya disebut Opo Wailan Wangko, di bawahnya adalah Karéma.
·         Pola Menetap
Adat menetap setelah menikah pada masyarakat Minahasa adalah neolokal (biasa disebut tumampas). Neolokal berarti pasangan yang baru menikah tinggal di kediaman yang baru (tidak mengelompok di kediaman kerabat si suami ataupu si istri). Pada kenyataannya, adat menetap neolokal ini bukan merupakan kewajiban. Setiap pasangan yang baru menikah dapat tinggal di tempat kerabat laki-laki hingga mereka memperoleh rumah sendiri.
Bahasa yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari di Manado dan wilayah sekitarnya disebut bahasa Melayu Manado. Bahasa daerah Manado menyerupai bahasa Indonesia, tetapi dengan logat yang khas. Beberapa kata dalam dialek Manado berasal dari bahasa Belanda dan bahasa Portugis karena daerah ini dahulunya merupakan wilayah penjajahan Belanda dan Portugis.
Penduduk di kota Manado terdiri dari berbagai latar belakang etnik maupun agamanya. Mayoritas penduduk berasal dari suku Minahasa, menyusul suku Sangihe Talaud, suku Bolaang, Mongondow, suku Gorontalo, dan suku Tionghoa. Selain itu, terdapat pula penduduk suku Jawa, suku Batak, suku Arab, suku Makassar, dan sebagainya. Agama yang dianut adalah Kristen Protestan, Islam, Katolik, Budha, dan Hindu. Mayoritas penduduk kota adalah pemeluk agama Kristen dan Katolik. Hal itu jelas dapat dilihat dari banyaknya gereja-gereja di seantero kota. Meski begitu heterogennya masyarakat Manado sangat menghargai sikap hidup toleran, rukun, terbuka, dan dinamis. Oleh karena itu, kota Manado memiliki lingkungan sosial yang relative kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia. Hal ini tercermin dari emboyan masyarakat Manado “Torang samua basudara” yang artinya “Kita semua bersaudara”.
Secara umum, kehidupan di kota Manado sama dengan kota-kota besar lainnya di Indonesaia. Pusat kota terdapat di Jalan Sam Ratulangi, yang banyak dibangun pusat-pusat pembelanjaan yang terletak di sepanjang jalur utara-selatan, yang jga dikenal dengan tempat yang memiliki restoran-restoran terkenal di Manado. Akhir-akhir ini, Manado terkenal dengan  makin menjamurnya mal-mal dan restoran-restoran yang dibangun di sepanjang pantai yang memanfaatkan pemandangannya yang inda di saat menjelangang matahari terbenam.
·         Sistem Kekerabatan
Secara umum, etiap orang di Minahasa diperbolehkan menetapkan jodohnya tanpa ada paksaan dari orang tua. Pada zaman dahulu, dalam hal pembatasan jodoh, ada adat eksogami yang mewajibkan orang untuk menikah diluar famili. Artinya, kelompok kekerabatan yang mencakup semua anggota keluarga batih dari saudara-saudara sekandung ibu dan ayah, baik laki-laki maupun perempuan, beserta semua keluarga batih dari anak-anak mereka. Setelah menikah, pengantin baru tunggal menurut aturan neoloka (tumampas) di tempat kediaman yang baru dan tidak hidup berkelompok di sekitar tempat kediaman kerabat pihak suami maupun pihak istri. Batas-batas hubungan kekerabatan orang Minahasa didasarkan pada prinsip bilateral, yaitu hubungan  kekerabatan yang ditentukan oleh garis keturunan laki-laki maupun wanita.
Musik tradisional dari kota Manado dan sekitarnya dikenal dengan nama musik kolintang. Alat musik kolintang dibuat dari sejumlah kayu yang berbeda-beda panjangnya sehingga menghasilkan nada-nada yang berbeda. Biasanya, untuk memainkan sebuah lagu dibutuhkan sejumlah alat musik kolintang untuk menghasilkan kombinasi suara yang bagus.
·         System Kemasyarakatan (Organisasi Sosial)
Dalam masyarakat Minahasa, ada satu kegiatan yang sering kali dilakukan, yaitu kegiatan tolong-menolong dan kerja sama yang disebut mapalus. Mapalus ini tidak hanya ada pada kalangan kerabat, tetapi juga pada kalangan yang lebih luas lagi yang meliputi rukun tetangga, kampung dan kecamatan. Setiap kelompok mapalus dipimpin oleh seorang ketua yang pada zaman dulu disebut tu’a im palus.
·         Kawanua
Masyarakat Manado juga disebut dengan istilah “warga Kawanua”. Walaupun secara khusus Kawanua diartikan kepada suku Minahasa, secara umum, penduduk Manado dapat disebut juga sebagai warga Kawanua. Dalam bahasa daerah Minahasa, “Kawanua” sering diartikan sebagai penduduk negeri atau “wanua-wanua”. Kata “Wanua” dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), diartikan sebagai wilayah pemukiman. Sementara itu, dalam bahasa Minahasa, kata “Wanua” diartikan sebagai negeri atau desa. Kawanua adalah bentuk gotong-royong warga dalam membangun desanya.

Sumber : Trisnu Brata, Nugroho. Antropologi untuk SMA dan MA kelas XII. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2007

            Orang Minahasa sering juga disebut orang Manado. Mereka sendiri suka pula menyebut dirinya sebagai orang Kawanua. Masyarakat ini sebagian besar mendiami daerah timur laut jazirah Sulawesi Utara, Propinsi Sulawesi Utara. Daerah tersebut sekarang termasuk dalam wilayah Kabupaten Minahasa dan Kotamadya Manado. Jumlah populasi mereka diperkirakan sekitar 790.000 jiwa, belum termasuk yang berdiam di daerah-daerah lain.
Bahasa umum yang dipakai oleh orang Minahasa sekarang adalah bahasa “Melayu Manado”. Sedangkan bahasa aslinya adalah apa yang dikenal sebagai bahasa turunan atau dialek dari setiap subkelompok suku bangsa yang ada.
            Dibandingkan masyarakat-masyarakat lain di Indonesia, masyarakat ini sudah lebih dulu menyerap unsur kebudayaan barat, yaitu semenjak kedatangan bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda pada beberapa ratus tahun yang lalu. Daerah mereka merupakan pusat penyebaran agama Kristen bagi Sulawesi Utara. Pengaruh yang cukup lama itu menyebabkan sisa-sisa unsur kebudayaan aslinya banyak yang hilang dari kehidupan tradisionalnya.
Sejak lama daerah ini terkenal sebagai penghasil kopra, dan sejak beberapa puluh tahun terakhir terkenal pula sebagai penghasil cengkeh. Mata pencaharian pokok mereka memang bertani di ladang dengan tanaman seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan dan sedikit padi. Masyarakat Minahasa yang berdiam didekat perairan laut dan danau, misalnya di pinggir danau Tondano, hidup sebagai penangkap ikan. Sebagian masih ada yang berburu dan meramu sebagai pekerjaan tambahan. Sekarang kebanyakan diantara mereka bekerja sebagai guru, pedagang, pengusaha, pegawai kantor pemerintah dan swasta.
            Kelompok kekerabatan terkecil dan penting dalam masyarakat Minahasa adalah keluarga inti monogami yang mereka sebut seme’urang. Setiap orang memakai nama kelompok kekerabatan patrilineal yang disebut fam. Akan tetapi masyarakat ini juga mengenal ikatan kekerabatan yang lenih luas dan bilateral sifatnya, disebut patuari. Kekerabatan patuari ini terutama berfungsi dalam rangka kegiatan gotong-royong secara adat yang mereka sebut mapalus, seperti dalam perkawinan, kematian, kerja sama sosial ekonomi dan lain-lain.
            Pada zaman dulu mereka mengenal beberapa penggolongan dalam masyarakatnya. Ada golongan yang mengurus masalah-masalah keagamaan (religi lama) yang disebut makarua siow atau walian tonaas. Kemudian ada golongan pemimpin sosial politik negeri yang disebut makatelupitu, kedalamnya termasuk panglima perang dan prajurit disegani. Sesudah itu baru golongan rakyat biasa.
            Dulu sistem desa tradisional Minahasa disebut wanua, yang terdiri atas beberapa buah kampung yang disebut ro’ong. Pemimpin wanua disebut hukum tua atau paedon tua. Para wanua berorientasi ke desa darimana mereka berasal. Kesatuan daerah seasal ini disebut walak dan ketuanya disebut tuaum walak. Beberapa walak membentuk konfederasi sendiri yang disebut pakasa’an. Pada abat ke 16 terdapat 17 walak dan 4 buah pakasa’an.
            Sekarang sebagian besar orang Minahasa telah memeluk agama Kristen Protestan. Religi asli mereka pada dasarnya animisme, pemujaan roh nenek moyang yang disebut opo atau datu dan kepada kekuatan magis (doti). Dulu kegiatan ritual dalam religi dipimpin oleh imam (walian tonaas).
·         Bantik
Orang Bantik adalah sub-suku bangsa Minahasa. Mereka berdiam dibagian barat laut dan selatan Kotamadya Manado, Propinsi Sulawesi Utara.
·         Pasan Ratahan
Orang Ratahan atau orang Pasan adalah salah satu sub-suku dari suku bangsa Minahasa. Masyarakat ini mendiami daerah bagian tenggara Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka memakai dialek Ratahan yang masih bagian dari bahasa Minahasa.
·         Ponosakan
Mendiami bagian tenggara Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka memakai dialek Ponasakan yang masih bagian dari bahasa Minahasa.
·         Tombulu
Mereka berdiam disekitar daerah barat laut Danau Tondano, dalam wilayah Kabupaten Minahasa, Propinsi Sulawesu Utara. Mereka memakai dialek Tombulu yang masih bagian dari bahasa Minahasa. Pada tahun 1977 jumlah populasinya  sekitar 40.000 jiwa.
·         Tontembuan
Mendiami daerah disekitar bagian barat daya Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka memakai dialek Tontembuan, bagian dari Minahasa. Populasinya sekitar 14.000 jiwa.
·         Tonsawang
Mereka mendiami beberapa desa di daerah Kabupaten Minahasa bagian selatan. Masyarakat ini menggunakan dialek Tonsawang.
·         Tonsea
Mereka mendiami beberapa kampung di sebelah timur laut Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Masyarakat ini memakai dialek Tonsea yang masih bagian dari bahasa Minahasa. Populasinya sekitar 90.000 jiwa.
·         Toulour
Mereka mendiami daerah bagian timur pesisir Danau Tondano, yang masih termasuk dalam wilayah Kabupaten Minahasa, Propinsi Sulawesi Utara.

Sumber : Hidayah, Zulyani., Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1997

original by : Luluk Dicky Apsarie

2 komentar: